Quantcast
Channel: Hindu Banten
Viewing all 137 articles
Browse latest View live

Bapak Ida Bagus Alit Wiratmaja Pimpin PHDI Banten

$
0
0
Ida Bagus Alit Wiratmaja terpilih menjadi ketua PHDI Provinsi Banten

Lokasabha IV  provinsi Banten telah terlaksana kemarin, 22 Juli 2017 di Hotel Alium Tangerang, yang dibuka secara resmi oleh Gubernur Tingkat I Provinsi Banten, Bapak Drs. Wahidin Alim. Dihadiri pula tokoh-tokoh umat Hindu, dan yang teristimewa adalah Bapak Dr. K.H. Romli yang merupakan Sesepuh Umat Hindu Provinsi Banten.

Pelantikan PHDI Banten
Diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutakn tari Penyambutan yang begitu indah membuat suasana dalam ruangan yang penuh dengan peserta Lokasabha yang berjumlah 200-an peserta dan peninjau menjadi tenang dan damai.

Dalam sambutannya, Ketua Umum Pengurus Harian PHDI Pusat, Bapak Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya mengharapkan umat Hindu di Provinsi Banten agar senantiasa mengingat dan mengamalkan Pancasila dan Panca Srada  yang merupakan lima keyakinan kita sebagai umat Hindu.

Setelah dibuka dengan resmi, persidangan-persidangan yang telah diagendakan dimulai, diawali dengan pembentukan pimpinan sidang. Pimpinan sidang yang akan memimpin sidang-sidang selanjutnya adalah Nyoman Trisna, I Ketut Artha, Komang Priambada, Ida Bagus Alit Ariadi dan Ngurah Purnamajaya.

Terpilihnya Bapak Ida Bagus Alit Wiratmaja SH.MH setelah Peserta melalui PHDI Kota/Kabupaten dan Banjar-banjar se Provinsi Banten mengajukan nama calon Ketua PHDI dan Ketua Walaka. Nama yang muncul sebagai calon ketua PHDI Bapak Ida Bagus Alit Wiratmaja dan Bapak Putu Santika Mahayana. Dan ketua paruman Walaka muncul nama Bapak Anak Agung Anom Suarta dan Bapak Putu Santika Mahayana. Dengan musyawarah dan mufakat diantara calon-calon dan pimpinan sidang, dengan kebesaran hati serta semangat bersama-sama memajukan umat Hindu di provinsi Banten, terpilih sebagai Ketua PHDI Bapak Ida Bagus Alit Wiratmaja SH, MH dan Bapak Anak Agung Anom Suarta sebagai ketua Paruman Walaka periode 2017-2022.

Paruman Pandita
Secara umum kegiatan persidangan berjalan lancar yang dimulai pukul 12.45 yaitu tentang Peraturan Tata Tertib Lokasabha IV PHDI Provinsi Banten. Pembahasan cukup alot pada Bab III mengenai Peserta dan Peninjau, serta pada Bab XI tentang Susunan Pengurus dan Tata Cara Pemilihan Pengurus PHDI Provinsi Banten, pasal 26. Didasari dengan kebersamaan dan keguyuban umat Hindu, pasal-pasal dapat dimusyawarahkan dengan baik.

Persidangan selanjutnya adalah Pandangan Umum atas Laporan Pertanggungjawaban Pengurus PHDI Provinsi Banten Periode 2011-2017, yang secara bergantian PHDI kota/Kabupaten menyatakan menerima dengan beberapa koreksi-koreksi redaksional.

Persidangan di tingkat komisi berjalan dengan baik dan lancar. Dilanjutkan dengan Sidang Pleno yang merekomendasikan agar hasil-hasil sidang komisi dapat segera dibahas lebih mendalam dalam rapat kerja PHDI terpilih.

Tokoh-tohoh Umat
Persidangan yang dinantikan oleh peserta sidang terlihat mulai berkurang mengingat beberpa Peninjau yang memang tidak memiliki hak suara telah meninggalkan sidang. Sangat disayangkan mengingat para Peninjau inilah yang akan menjadi peserta-peserta Lokasabha yang akan datang, dimana mereka diharapkan dapat merasakan suasana persidangan dan tata cara pemilihan, pengambilan keputusan yang baik dan benar.

Pelantikan pengurus PHDI Provinsi Banten dilaksanakan pada pukul 18.30 oleh Ketua Umum Pengurus Harian PHDI Pusat, Bapak Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya dengan Surat Keputusan Nomor : 09 / SK/ Parisada Pusat / VII/ 2017  tentang Pengesahan Susunan dan Personalia PHDI Provinsi Banten 2017-2022. (Sek-BPH)

Berita Terkait dari :

RRI.CO.ID


Graha Yadnya Cilincing

$
0
0
Graha Yadnya Cilincing

Penyerahan Dana Tali Kasih PSN
Setelah metitip di Gni pada hari Minggu 23 Juli 2017, dilanjutkan kini dengan upacara pengabenan utawi pelebonan di Graha Yadnya Cilincing. Hadir pula dalam upacara ini Ketua PHDI Provinsi Banten Bapak Ida Bagus Alit Wiratmaja, Ketua-ketua Banjar se Provinsi Banten, Para Pinandita anggota Pinandita Sangraha Nusantara, serta umat Hindu ring sejebag provinsi Banten.

Upacara ini di puput oleh Ida Ratu Pedanda Nabe Gede Putra Sidemen dengan susunan acara pengabenan Jero Mangku Istri Citrayani (Istri Jero Mangku Gede I Gusti Made Ambara) Pinandita Pura Dharma Sidhi Ciledug tanggal 26 juli 2017 di Graha Yadnya Cilincing Jakarta Utara, adalah sebagai berikut :

Pengambilan Kusa Pernawa di Griya untuk dibawa ke Pura Prajapati, untuk diulapin  di Prajapati dengan Pejati 2 Set.
1. Nebusin  sang paratra
2. Caru pengadang2
3. Melaksanakan prosesi mesiram, melukat, metirta
4. Narpana ke pitra
5. Segehan ke butha
6. Puja pitra
7. Pitra puja
8. Puja pralina
9. Ngeseng pengadeg sawa
10. Abu setelah diuyeg masuk (klungah nyuh gading) ke puspahati
11. Setelah selesai kembali ketempat semula
12. Puspahati mepamit kepada sang pemuput sulinggih
13.mepegat (lascarya)
14  nganyut ke segara
15. Puput


Foto Dokumentasi :








Presiden Joko Widodo menerima Pengurus Harian PHDI

$
0
0
Presiden  Joko Widodo menerima Pengurus Harian PHDI
Pagi ini  tanggal 3 Agustus 2017 jam 9, Presiden  Joko Widodo menerima Dharma Adyaksa, Sabha Welaka dan Pengurus Harian PHDI Pusat di Istana Merdeka.

Presiden didampingi oleh Teten Masduki, Kepala Staf Kepresidenan dan AA GN Ari Dwipayana, Staf Khusus Presiden RI.

Dalam pertemuan itu Presiden Joko Widodo menyampaikan  beberapa hal: pertama, Presiden menyampaikan terima kasih kepada  PHDI dan Umat Hindu yg membantu pemerintah dalam menjalankan tugas tugas  dharma negara.

Kedua, pemerintah kembali melakukan pembinaan ideologi Pancasila dengan membentuk UKP-PIP. Pembinaan dilakukan tidak dengan cara2 indoktrinasi, tapi menekankan partisipasi, persuasi dengan metode kekinian. Presiden menekankan pembinaan ideologi Pancasila pada generasi muda dalam kurikulum sekolah dasar, sekolah menengah sampai perguruan tinggi.

Ketiga, Presiden juga menyinggung lahirnya Perppu no 2 tahun 2017 yg bertujuan untuk keamanan negara, survival negara ke depan. Upaya untuk mengganti Pancasila dan NKRI tdk bisa dibiarkan.  Bagi Presiden, sikap tegas harus diambil karena menyangkut ideologi Pancasila dan keutuhan NKRI. Bahkan Presiden mengatakan sikap tegas ini ditunggu tunggu  rakyat dan Presiden dalam mengambil sikap tegas ini  tidak ada peduli  dengan  soal popularitas.


Terakhir, Presiden mendengar dan mencatat poin2 yg disampaikan oleh  Darma Adyaksa maupun Ketua Pengurus Harian PHDI baik terkait dgn masalah kebangsaan, persoalan yg sednag dihadapi oleh umat Hindu.  Merespon hal itu, Presiden akan meminta Menteri Agama dan Kementerian terkait menindaklanjuti permasalahan umat Hindu yg disampaikan oleh PHDI.





KPSHD Merta Sari Dilantik Ketua Banjar I Gede Sidharta

$
0
0
Pelantikan pengurus KPSHD Merta Sari oleh Ketua Banjar I Gede Sidharta.

KPSHD Merta Sari Dilantik Ketua Banjar I Gede Sidharta


Ketua PHDI Banten IB Alit Wiratmaja bersama Ikatan Pemuda Hindu Banten (IPHB) dan Peradah Banten sampaikan salam Pancasila selesai menyaksikan pelantikan pengurus KPSHD Merta Sari, Rempoa Tangsel.







Doa bersama di Pura Merta Sari sebelum pelantikan KPSHD

Nyikut Karang Candi Bentar Pura Kertajaya Tangerang

$
0
0
Om Swastyastu, Om Awighnam Astu,


Hari sabtu tanggal 5 Agustus 2017, Saniscara Pahing Kelawu merupakan hari bersejarah bagi umat Hindu di Provinsi Banten khususnya di Suka Duka Banjar Tangerang, karena  hari ini dilaksanakan proses penentuan titik letak Candi Bentar Pura Kertajaya Tangerang (nyikut karang).

Proses nyikut karang dipimpin oleh Ida Pedande Nabe Gede Putra Sidemen Griya Ciledug. Beliau memberikan petunjuk dan arahan mengenai Candi Bentar yang akan dibangun kepada para  Pinanditha, Pengurus Banjar Tangerang, Panitia Pembangunan, Undagi dari Bali dan umat Hindu banjar Tangerang. 

Hadir pula bersama-sama umat Bapak Ida Bagus Alit Wiratmaja Ketua PHDI Prov. Banten, serta PHDI kota dan kabupaten Tangerang.

Astungkara,  proses nyikut karang berjalan dengan lancar dan rencananya akan melaksanakan matur piuning pembangunan Candi Bentar, yang akan dilaksanakan pada Purnama Karo, hari Senin tanggal 7 agustus 2017.


Kami, Mohon doa restu kepada umat sedharma agar pembangunan Candi Bentar tersebut dapat berjalan lancar. Matur suksema .






Sarasehan Serati Banten SEJABODEBABEK

$
0
0
Sarasehan Serati Banten SEJABODEBABEK, (jakarta, Bogor, Depok, Banten, Bekasi) dilaksanakan pada Sabtu 12 Agustus 2017 di Pura Dharma Sidhi-Ciledug  dengan Tema Filosofi Bebangkit dalam Upacara Hindu. Shri Danu Dharma Patapan (I Wayan Sudarma); Ketua Bidang Kebudayaan dan Kearifan Lokal PHDI Pusat merupakan nara sumber dalam sarasehan ini membawakan Materi dengan judul BANTEN BEBANGKIT (KAJIAN STRUKTUR, TANDINGAN DAN MAKNA SIMBOLIK) .


Silakan Download Materinya Klik Disini

BANTEN BEBANGKIT (KAJIAN STRUKTUR, TANDINGAN DAN MAKNA SIMBOLIK)

Oleh: Shri Danu Dharma Patapan (I Wayan Sudarma)

Tuhan Yang Maha Esa menciptakan seluruh jagat-raya dan isinya, lalu Beliau memasuki setiap ciptaan Beliau (Taittiriyopanishad), jadi alam semesta dan isinya bersifat suci; sewaktu alam dan isinya di rusak atau dinodai, maka kesucian yang hadir itu akan “sirna”, itulah yang tersirat dalam makna Sang Kala yang diwujudkan sebagai Dhurga melalui banten Bebangkit, laksana sosok yang telanjang bulat tanpa busana atau Digambara, demikianlah jika alam teraniaya.

Kata Kali berasal dari kata Kala, sang waktu. beliau adalah inti kekuatan yang terkandung di dalam sang waktu ini, yang dapat menghancurkan apa saja yang tidak abadi termasuk seluruh jajaran dewa-dewi di suatu saat yang tepat. Jadi dewa-dewi tidak bersifat abadi, beliau-beliau adalah petugas-petugas Yang Maha Esa senantiasa akan abadi

Banten Bebangkit yang didampingi Banten Pulogembal merupakan lambang energi positif dan negatif. Alam ini memiliki dimensi positif dan dimensi negatif .Kalau manusia memberikan kasih pada alam lingkungan untuk melakukan Bhuta Hita seperti diajarkan dalam Sarasamuscaya 135: “Usahakanlah selalu kesejahteraan makhluk hidup di semesta ini, karena hanya dengan tetap terpeliharanya kesejahteraan dan kelangsungan hidup mereka itulah keberadaan dan keterjagaan semesta ini tetap terjamin.”

 Maka alam itu akan memberikan dampak positif. Kalau hanya mengambil keuntungan saja dari alam tanpa mau berkorban untuk menjaga kelestarianya maka alam itupun akan menampakan wujudnya yang mengerikan dan inilah Dhurga. Alam dalam wujud yang mengerikan inilah yang dilambangkan oleh Banten Bebangkit. Karena itu dimana ada Banten Bebangkit disana pasti ada Banten Pulogembal dan Banten Sekar Taman. Banten Pulogembal dewanya adalah Bhatara Gana, sedangkan Banten Sekar Taman Dewanya adalah Dewa Smara dan Dewi Ratih. Dewa Smara dan Dewi Ratih adalah Dewanya kasih sayang (Dewi Prema). Ini artinya alam yang dahsyat itu kalau di kasihi oleh umat manusia maka ia akan menjadi positif.

Karena itu setiap ada Banten Bebangkit ada juga Banten Puloembal. Sesungguhnya banyak simbol-simbol dalam upacara Agama Hindu yang melukiskan keberadaan alam itu sendiri sebagai wadah dari kehidupan umat manusia.

Demikianlah sekilas arti dan makna Banten Bebangkit yang menjadi salah satu unsur yang sangat utama dalam mengamalkan ajaran Agama Hindu di Bali dalam kehidupan sehari-hari.

Jadinya dengan sarana Banten atau Bali manusia mendekatkan dirinya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam ingkunganya. Kekuatan itu akan muncul apa bila manusia selalu menjaga ketiga keharmonisan tersebut. Kekuatan berupa keharmonisan itu menjadi sumber untuk membangun kehidupan yang berbahagia. Nampaknya dengan Banten inilah istilah Bali lebih dikongkritkan dalam wujud Upakara yang disebut Banten itu.

Walau belakangan ini Upacara Agama Hindu dengan sarana banten ini mengalami kemerosotan makna. Karena umumnyal kita belum begitu banyak yang paham akan arti Upacara dengan Bebantenya itu. Hal ini menyebabkan pemaknaan suatu Upacara Agama Hindu tidak berlanjut sampai pada aplikasi dalam prilaku karena hanya mentok di tingkat Upacara semata.

Hal ini ditunjang oleh hasil penelitian Cliford Geert seorang anthropolog Amerika Serikat yang meneiliti di Bali sekitar th 1967/1969. Salah satu hasil penelitianya adalah : Orang Bali (Hindu) sangat sibuk dengan Upacara-Upacara Agama yang tidak dimengertinya. Hasil penelitain ini tidak perlu membuat kita tersinggung. Namun yang penting artinya sebagai kritik membangun semangat kita untuk mendalami arti dan makna dari Banten yang dipakai dalam kehidupan beragama. Karena itu mari kita coba buktikan bahwa dewasa ini hal itu tidak terbukti lagi.

Ini artinya buktikanlah dengan nyata bahwa Upacara itu kita wujudkan dengan konsep yang benar dan sesuai dengan Sastranya. Upacara Yadnya membangun keharmonisan yang dinamis dan benar-benar produktif untuk memunculkan nilai-nilai spiritual dan material secara seimbang dan kontinyu untuk mewujudkan hidup yang berkwalitas. Dan hari ini Serati Banten Sejabodetabek sudah membuktikannya, dengan terus berusaha mengkaji kandungan makna filosofi dari banten-banten yang ada. Selamat terobosan ini…..!!

Matur Suksma, semoga ulasan singkat ini bermanfaat bagi peningkatan kualitas Sraddha dan Bhakti kita semua, khususnya terkait Upakara/Banten. Manggalamastu

Om Santih Santih Santih Om


Silakan Download Materi Secara Lengkap  Klik Disini






Pelaksanaan Doa Bersama 17 Agustus di Provinsi Banten

$
0
0
Om Swastyastu,

Kepada yth:
1. Ketua Banjar Serang
2. Ketua Banjar Ciledug
3. Ketua Banjar Tangerang
4. Ketua Banjar  Tangsel
5. Ketua Banjar Sida Karya
6. Ketua Banjar Tiga Raksa,

Kami menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas terlaksananya Doa Bersama 17.17.17 dengan lancar, sangat baik dan sukses,  labda karya di masing-masing Pura se Banten,  sesuai himbauan Panglima TNI dan Pembimas Hindu Provinsi Banten.

Doa bersama telah dipandu  masing-masing Pinandita terlaksana sesuai jadwal  di:
1. Pura Wira Eka Anantha - Serang
2. Pura Kertha Jaya - Tangerang
3. Parahyangan Jagat Guru - Tangerang Selatan
4. Pura Merta Sari - Rempoa
5. Pura Dharma Sidhi - Ciledug
6. Parahyangan Bhuwana Raksati - Tigaraksa

Yang dihadiri Kepala Pembimas Hindu dan Staf, Pengurus PHDI Banten, Pengurus PHDI Kab/Kota se Banten, para Ketua Banjar, Pengurus Badan-Badan Perwakilan  Pusat di Banten, Lembaga-Lembaga di bawah PHDI Banten dan ummat di masing-masing Pengempon Pura. Tentunya juga hadir utusan dari Mabes TNI, jajaran Korem, Kodim dan jajaran Koramil di masing-masing wilayah.

Pelaksanaan Doa Bersama ini  menunjukkan kasih sayang, toleransi dan kerukunan keguyuban, dan semangat umat Hindu khususnya di Banten dalam memaknai HUT ke-72 Republik Indonesia. 

Om tat astu svaha.

Demikian kami sampaikan dan matur sukseme.

I.B.Alit Wiratmaja,

Ketua PHDI Prov. Banten

Foto Dokumentasi :
Pura Dharma Sidhi Ciledug


Pura Eka Wira Anantha Serang

Pura Mertasari Rempoa

Pura Kertajaya Tangerang

Parahyangan Bhuwana Raksati - Tigarakasa

Parahyangan Jagat Guru - Tangerang Selatan












Para Serati dan PWSHD Membuat Banten Saraswati

$
0
0

Beginilah kegiatan Ibu-ibu para Serati dan PWSHD setiap menjelang hari Rerahinan, seperti Hari Raya Saraswati hari ini. Sehari sebelum hari raya, mereka ngaturangayah untuk membuat Banten.


Untuk membuat Banten Saraswati diperlukan beberapa perlengkapan sebagai berikut :

Jajan Saraswati adalah Jajan yang berbentuk dua ekor cecak bermata hitam lengkap dengan sarangnya, dibuat dari tepung beras berwarna putih. Alas jajan ini dibuat dari bahan yang sama berbentuk bundar dengan lekuk-lekuk dipinggirnya. Akan lebih sempurna bila dilengkapi dengan jajan berbentuk OM-kara, dibuat dari bahan yang sama tetapi berwarna hitam.

Bubur Precet adalah bubur yang berbentuk gilingan melingkar-lingkar, dibuat dari tepung beras dicampur dengan santan dan air cendana.

Bubuh Nganten adalah bubuh berwarna putih dan kuning dibuat dari tepung beras.

Bubuh Roko adalah sejenis rokok dibuat dari daun endong diisi bubur seperti diatas diikat dengan benang putih. Untuk Banten Saraswati diperlukan dua buah bubuh roko.

Sekar Saraswati adalah setangkai cabang beringin berisi 5 lembar daun; tiga diantara diisi bubur seperti diatas tetapi bungkusannya berbentuk segitiga, rokok dan lekukan yang menyerupai "base tempel"

Tadahan Saraswati terdiri dari beras yang dicuci sampai bersih dialasi sebuah tangkih. Ada pula yang membuat dari ketan dicuci sampai bersih dicampur dengan parutan kelapa.

Nasi Pradnyan adalah nasi yang dicampur dengan kacang "komak" atau sejenisnya yang telah direbus dan bumbu yang telah di goreng serta daun kemangi, daun "pradnyan" atau daun-daunan lain yang berfungsi sebagai penyedap.

Jajan Kuskus Putih Kuning, dibuat dari ketan yang dikukus diberi warna putih dan kuning. Bila memungkinkan dapat dilengkapi dengan beberapa jenis "Jaja sesamuhan suci " berwarna putih dan kuning.
    Perlengkapan tersebut masing-masing dialasi sebuah tangkih kemudian diatur letaknya pada sebuah tamas atau taledan dilengkapi dengan jajan, buah-buahan, sampian kepet-kepetan, penyenang beserta isinya dan canang buratwangi / canang sari. 








    Pelantikan Ketua dan Pengurus Banjar Ciledug

    $
    0
    0

    Pelantikan Ketua dan Pengurus Suka Duka Hindu Dharma (SDHD) Banjar Ciledug periode 2017-2020 dilaksanakan pada hari sabtu 19 Agustus 2017, bertepatan dengan hari raya Saraswati. Pada hari Saniscara Umanis Watugunung ini, kembali dikukuhkan Bapak Ida Bagus Made Ariadi sebagai ketua SDHD Banjar Ciledug untuk yang kedua kalinya.

    Pelantikan dilaksanakan pada pukul 18.00 WIB oleh ketua PHDI Kota Tangerang Bapak I Ketut Sudana, diawali dengan Doa, Menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan Pembacaan SK PHDI Kota Tangerang Nomor : 014/KT/PHDI/VII/2017 tentang Susunan Pengurus Suka Duka Hindu Dharma Banjar Ciledug dan Sekitarnya masa bakti 2017-2020

    Setelah Pelantikan dilanjutkan dengan persembahyangan bersama merayakan Hari Raya Saraswati dan Dharma Wacana oleh sekretaris PHDI Kota, Bapak Nyoman Subiksa

     Foto Dokumentasi :



    Pelantikan Pengurus Sarathi Banten

    $
    0
    0
    Pada hari Raya Saraswati, Saniscara Umanis Watugunung dilaksanakan Pelantikan Pengurus Sarathi Banten Provinsi Banten masa bakti 2017 - 2022. Pelantikan dilakukan oleh Ketua PHDI Provinsi Banten Bapak Ida Bagus Alit Wiratmaja.

    Sarathi Banten provinsi Banten dipimpin oleh Ni Made Switri, SE, M.Si dengan wakil ketua Endang Siti Rohayah, Sekretaris Ni Made Sumawati, Wakil Sekretaris G.A. Marlinawati, Bendahara Ni Made Suwasti dan Wakil Bendahara Ni Putu Juliani,

    Sedangkan koordinator Sarathi untuk masing-masing banjar, untuk memudahkan koordinasi diantara banjar-banjar se provinsi Banten. Banjar Serang Ni Gusti Ayu Ketut Citra Dewi, Banjar Tangerang Ida Ayu Marini, Banjar Ciledug Ida Ayu Triastiari, Banjar Rempoa Tatik Sudarwati, Banjar Tangsel Ida Ayu Mirah Marhaeni dan Banjar Tigaraksa Ni Ketut Budiani.

    Susunan Pengurus ini berdasarkan SK PHDI Provinsi Banten Nomor : 001 /SK/Parisada-Banten/VIII/2017.

    Foto Dokumentasi.




    Pelantikan dan Pengukuhan Pengurus Majapahid Nusantara DPD Banten

    $
    0
    0

    Pelantikan dan Pengukuhan Pengurus Majapahid Nusantara DPD Banten Masa Bakti 2017-2022, bertema “Dengan Pelantikan Pengurus Majapahid Nusantara DPD Banten Kita Mantapkan Srada Dan Bhakti Guna Menyonsong Kebangkitan Hindu Masa Depan”.

    Diawali dengan Doa Pembuka, Tari Gambyong sebagai tari penyambutan, kemudian dilanjutkan sambutan-sambutan Ketua Panitia, Ketua Banjar Tangerang Selatan, Sambutan Ketua PHDI, dan Pembimas Provinsi Banten,  kemudian dilakukan pelantikan Pengurus baru oleh DP Majapahid Pusat.

    Harjanto S.Pd.H sebagai Ketua Pengurus Majapahid DPD Banten, dengan dewan penasehatnya, Bapak Surono, S.Pd.H, Bapak Aris Wibowo SE, S.Ag. M.Pd, Bapak Ir. Ketut Suada MM dan Bapak Putu Gita S.Ag, MM.

    Salah satu Program Kerja paguyuban ini adalah  memberikan pelayanan kepada Umat Hindu di provinsi Banten dalam hal Dharma Wacana saat-saat Pujawali bila diperlukan.
    Dengan anggota 60 orang yang tersebar di Serang, BSD, Tangerang dan Tigaraksa. Bersekretariat PJG Tangerang Selatan.


    Dalam Dharma Wacananya Romo Broto Sejati sebagai panutan umat Hindu di Nusantara memberikan tuntunan kepada umat Hindu khususnya Hindu Jawa agar senantiasa tetap menjaga warisan leluhur kita. Bahwasanya kebangkitan Hindu semakin nyata kita rasakan, untuk itu masyarakat Hindu agar mampu meningkatkan pemahaman Tattwa , Susila dan Upakara dengan baik. Menimba Ilmu agama dan Mengamalkan ilmu-ilmu agama Hindu, yang merupakan ajaran Dharma. 

    Hadir dalam pelantikan Ketua PHDI Kota Tangerang, Bapak I Ketut Sudana, Ketua ICHI Bapak Putu Santika Mahayana, Sekretaris PHDI Provinsi Banten Bapak Trisna, Ketua Prajaniti Bapak Komang Priambada dan Ketua (Plh) BPH Provinsi Banten Bapak I Ketut Budiasa.



    Pujawali Parahyangan Jagat Guru BSD

    $
    0
    0

    Pujawali Parahyangan Jagat Guru BSD dilaksanakan setiap Redite Umanis Ukir atau sehari setelah Tumpek Landep Saniscara Kliwon Landep.



    Dharma wacana Ketua PHDI Pusat dan PHDI Prov. Banten saat piodalan V Pura Parahyangan Jagat Guru BSD Minggu malam.


    KMHDI Gelar Gerakan Peduli Karangasem

    $
    0
    0

    KMHDI Gelar Gerakan Peduli Karangasem

    Kabupaten Karangasem dinilai sebagai Kabupaten termiskin di Bali, angka kemiskinan di Karangasem berkisar di angka 7.44% pada Tahun 2015, sementara tingkat kemiskinan Provinsi Bali berkisar di angka 4,15%. Sehingga sebagai kabupaten termiskin di Bali tentunya Karangasem membutuhkan dorongan untuk mampu berkembang menyamai kabupaten lain yang ada di Bali. Atas dasar itulah Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) membuat gerakan peduli Karangasem.

    KMHDI Peduli Karangasem melakukan kegiatan bakti social sebagai rangkaian dari pelaksanaan Rakornas XIII KMHDI di Bali. Dibantu oleh PC KMHDI Karangasem, Pimpinan Pusat KMHDI menyerahkan bantuan sembako kepada keluarga kurang mampu dan berkebutuhan khusus dibeberapa desa yang ada di Karangasem, Rabu (6/9/2017) kemarin.

    Tidak hanya memberi bantuan sembako, KMHDI peduli Karangasem  juga memberi bantuan perlengkapan sekolah dan biaya pendidikan kepada siswa – siswi kurang mampu di Kelurahan Padangkerta, Desa Bhuana Giri, Desa Bebandem, dan Desa Bungaya Kangin.

    Presidium KMHDI, Putu Wiratnaya mengatakan bahwa aksi ini sebagai bentuk kepedulian KMHDI terhadap kondisi social masyarakat khususnya warga yang kurang mampu.
    “Sebelum menyalurkan bantuan, kami dibantu oleh PC KMHDI Karangasem  melakukan survei terlebih dahulu sehingga kami dapat menentukan target penerima bantuan” kata Wirat.
    “Gerakan ini adalah bentuk pengamalan salah satu jati diri KMHDI yaitu Humanisme, dan kepedulian kita kepada sesama khususnya bagi mereka yang kurang mampu. Meski jumlahnya sedikit, kita semua berharap gerakan ini mampu menjadi inspirasi bagi setiap kader KMHDI dan juga umat Hindu secara umum” tambah Wirat.

    Sementara itu, Ketua PC KMHDI Karangasem I Gusti Putu Kirana Dana sangat berharap gerakan ini bisa mengurangi beban para penerimanya.

     “Kegiatan baksos merupakan agenda rutin kami di Karangasem, dan kali ini bekerja sama dengan Pimpinan Pusat KMHDI. Semoga bantuan yang tersalurkan dapat mengurangi beban mereka yang kurang mampu” ujar Gusti Putu Kirana. (Nopa /085399693332)


    Mengenal Gambelan Bali

    $
    0
    0

    BALI, sebagai daerah seni yang tentunya memiliki banyak jenis seni, ada seni tari, lukis, pahat, kerawitan, musik, dan karya seni lainnya. Budaya seni ini telah ada sejak dahulu, dan turun temurun diwariskan kepada kita. Budaya yang sangat erat kaitannya dengan agama Hindu. Ada baiknya kita sebagai generasi penerus untuk mengenal seni budaya kita, bahkan menguasai seni-seni tersebut diatas, salah satunya seni musik atau gamelan. 

    Berikut titiangkutipkan beberapa jenis musik gamelan yang kita miliki, yang bersumber dari Kamus Budaya Bali dalam Bidang Musik Tradisional Bali, terbitan Balai Bahasa Denpasar 2008.

    Angklung : Klentangan barungan gamelan dari sebelum abad X, berfungsi untuk mengiringi upacara pembakaran mayat, instrumentnya tertdiri atas pamade, reyong, kendang,klentangan, kajar, suling, jegogan, calung, dan cengceng, dimainkan dengan laras slendro.

    Beleganjur : Disebut juga bebonangan, gamelan yang berfungsi untuk mengiringi pawai adat keagamaan, terdiri dari bonang, reyong, trompong, kajar, kempli, kempur, gong, dan cengceng kopyak atau gamelan barungan yang terdiri atas beberapa alat pukul yang memakai pencon seperti reyong, trompong, kajal, kempli, kempur dan gong, memakai dua buah kendang yang dimainkan dengan panggul atau cecedugan, repertoarnya adalah lagu-lagu gilak (ostinato), trompong berfungsi sebagai pembawa melodi, kendang sebagai pamurba irama, kajar, kempli, kempur dan gong sebagai pamangku lagu, sedangkan reyong memainkan kotekan (interlocking figuration)

    Bungbung : gamelan yang digunakan untuk mengiringi joged bungbung, instrumennya terdiri atas bungbung barangan, bungbung kantilan, bungbung undir, kempur kemodong, kempli, kelenang, kendang, cengceng, suling memakai laras selendro.

    Bebarongan : gamelan yang dipakai untuk mengiringi tari barong seperti barong ket, terdiri atas gender rambat, kempur, gangsa, kenelang, kendang, kemong, penyacah, jegogan, dan rincik.

    Caruk : gamelan yang terdiri atas dua tungguh caruk dan dua buah saron, dimainkan dalam upacara mengaben dengan mengambil repertoar dari gamelan gambang.

    Gambang : gamelan sakral berbilah empat belas, bentuknya pipih panjang-panjang dari bambu, dimainkan dengan kedua belah tangan memakai panggul bercabang dua.

    Gambuh : dramatari Bali yang tertua dan dianggap sebagai sumber dari beberapa jenis dramatari Bali. Pegambuhan : perangkat gamelan yang sebagian besar ricikan melodinya terdiri atas ricikan suling dengan ukuran besar (garis tengah 3 cma dan panjang sekitar 100 cm) sebagai pengiring tari gambuh.

    Gandrung : tari joged bungbung yang ditarikan oleh seorang penari pria berpakaian wanita, gagandrungan perangkat gamelan yang sebagian besar dibuat dari bambu, ber-laras pelog lima nada didominasi oleh ricikan rindik sehingga sering disebut juga gamelan rindik gagandrungan, sebagai pengiring tari gandrung.

    Gelunggang : perangkat gamelan yang sekarang sudah punah, laras-nya belum dapat dipastikan, perangkat ini disebut-sebut memakai bilah kayu seperti gambang Jawa dan memakai resonator batok kelapa yang disbut beruk.

    Gender : Instrumen berbilah pipih dari perunggu dengan bilah tergantung pada pelawah dan ditopang dengan besi agar tidak bersentuhan antara bilah yang satu dan bilah yang lain, dimainkan dengan kedua belah tangan yang menggunakan panggul, sambil memukul sekaligus menutup dengan tangan.

    Genggong : gamelan untuk mengiringi tari godogan, terdiri atas genggong, kempur, kendang,cengceng, suling dan kajar, genggong instrumen tiup dari pelepah enau.

    Gaguntangan : gamelan ber-laras slendro dan pelog untuk mengiringi drama tari arja, terdiri atas kendang, kerumpung, guntang cenik, guntang kempur, kajar, kelenang, rincik, tawa-tawa, rebana, curing, suling dan cengceng.

    Jegog : gamelan dari tabung bambu besar ber-laras slendro untuk mengiringi tari pencak silat.

    Kebyar ; tabuh bersama dan serentak yang diikuti oleh hambpi semua ricikan pada perangkat kecuali suling, rebab, kempul, bebende, kenong, kajar dan terompong, juga dapat dilakukan pada gamelan angklung dan semar pagulingan selain gong kebyar.

    Lalambatan : gending-gending yang disajikan perangkat gamelan gong gede yang iramanya lambat.

    Lalongoran : rangkaian suatu gending yang merupakan satu kesatuan dan hanya terdapat di Kabupaten Buleleng.

    Nongnongkling : gamelan pengiring tari barong nongnongkling, instrumennya terdiri atas kajar, rincik, kelenang, suling, dan kendang cenik.

    Okokan : alat dari kayu yang digunakan pada perangkat kesenian tektekan, tiap okokan dibawa oleh dua orang dengan cara digantungkan pada pikulan bambu yang dihias, pemikul di belakang membunyikan atau memainkan okokan tersebut dengan cara menggoyang ke arah depan.

    Preret : instrumen tiup dari bambu atau kayu, sama dengan terompet. Preret beleganjur gamelan pengiring tari Gebug Ende, intrumennya terdiri atas preret, kempur, gong dan kendang.

    Rindik : gamelan untuk mengiringi tari joged pingitan, terdiri atas rindik pangugal, rindik barangan, rindik jegogan, kemplung, kendang, gong komodong, dan suling, menggunakan laras pelog lima nada.

    Saron ; gangsa jongkok berbilah tujuh atau delapan, dibuat dari perunggu atau bambu, digunakan pada gamelan gambang atau gong luang.

    Semar pagulingan ; gamelan gong yang berfungsi untuk mengiringi raja-raja sewaktu di peraduan zaman dulu, mengiringi tari leko, gandrung, instrumennya terdiri atas trompong, gender, gangsa, jublag, calung, kempur, kajar, kelenang dan suling.

    Slonding : seperangkat gamelan sakral dari Desa Tenganan Pegringsingan dan Desa Bungaya, Karangasem, berupa bilah dari besi berbentuk pipih, tebal dan lebar yang digantung pada pelawah berbentuk balok, terdiri atas gong, kempul, paenem, patuduh, nyingnyong alit, dan nyongnyong ageng, menggunakan laras pelog tujuh nada, yaitu lima nada pokok dan dua nada pamero.

    Teluktak : instrumen pukul pada zaman pra-Hindu.

    Tektekan : gamelan yang instrumen pokoknya berupa kentongan bambu, dilengkapi dengan gong, tawa-tawa, suling, kemong, kecek,dan gupekan, berfungsi untuk mengiringi dramatari Calonarang.

    Tingklik : gamelan gender yang bilahnya terbuat dari bambu.


    BPH I Ketut Budiasa

    Festival Gong Kebyar Antar Banjar se Provinsi Banten

    $
    0
    0




    Pentas seni budaya keagamaan Hindu Festival Gong Kebyar Antar Banjar se Provinsi Banten Tahun 2017 digelar oleh Badan Koordinasi Kesenian Hindu Provinsi Banten 22/10-2017, di Wantilan Parahyangan Jagatguru Tangerang Selatan. Mengambil Tema “Kita wujudkan keindahan seni budaya Hindu dalam kehidupan beragama”. Festival Gong Kebyar Pria ini diikuti oleh seluruh Banjar Suka Duka  se provinsi Banten, kecuali Banjar Ciledug, walaupun demikian Banjar Ciledug menampilkan Sekeha Gong Wanita sebagai pembuka acara tersebut. 

    Festival dibuka oleh Pembimas Hindu Kemenag Provinsi Banten, Bapak Sunarto dengan pemukulan Kulkul (kentongan dari bambu). Dalam sambutanya, Pembimas memberikan dukungan yang sangat luar biasa pada kegiaatan festival ini yang tentu akan mempopulerkan kebudayaan Hindu di Provinsi Banten. Kegiatan yang akan menjadikan seni dan budaya kita terus dapat berkembang.

    Hadir dalam festival ini, Ketua PHDI Provinsi Banten, Ketua Paruman Walaka, Ketua PHDI Kota/Kabupaten, Ketua Lembaga-lembaga PHDI Provinsi Banten, ketua-ketua Banjar dan undangan lainnya. Bale Wantilan Parahyangan Jagatguru terasa sangat sempit karena banyaknya umat yang hadir menyaksikan festival gong kebyar ini. 

    Ketua PHDI Provinsi Banten, Bapak Ida Bagus Alit Wiratmaja dalam sambutannya memberikan apresiasi yang cukup positif akan kegiatan ini. Beliau juga menyampaikan asal-usul dari Gong Kebyar. Menurutnya, Gong Kebyar pertama dimainkan di Desa Bungkulan Buleleng pada tahun 1915 dan di dukung dengan tarian Kebyar Duduk Maestro Penari Ketut Mario dari Tabanan.

    Panitia yang diketuai I Wayan Kurnada dalam laporannya menyampaikan bahwasanya kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pembinaan pada sekeha Gong di Propinsi Banten, memberikan motivasi kepada banjar-banjar untuk lebih giat dalam berkesenian. Dan terbukti kegiatan ini sangat didukung oleh semua banjar, terlihat dari tampilnya sekeha Gong yang belum lengkap dengan nama sekehanya, yang utama adalah berani tampil dan akan diberikan hadiah piala serta uang pembinaan kepada sekaha yang berprestasi.

    Panitia juga  mengundang dewan juri profesional dari DKI Jakarta, Bapak Anak Agung Panji dan Bapak Wayan Arnawa. Beliau akan menilai penampilan dari 5 kontestan Sekeha gong yaitu :

    1. Gita Merdangga Kertajaya Tangerang
    2. Gita Wira Nare  Swara Serang
    3. Sekeha Gong Megambel Tigaraksa
    4. Sekaha Gong Mertasari Rempoa
    5. Karawitan Jagatguru Tangerang Selatan



    Berikut tetabuhan yang dimainkan oleh masing-masing sekeha Gong :

    Sekeha Gong Banjar Mertasari Rempoa (belum ada nama) dengan tabuh :
    Tabuh Telu Sekar Gadung
    Tari Topeng Arsa Wijaya

    Sekeha Gong Gita Wira Nare Swara Banjar Serang dengan tabuh :
    Tabuh Lelambatan Gari
    Tari Penyambutan
    Tari Topeng Arsa Wijaya

    Sekeha Gong Gita Merdangga Kertajaya Tangerang dengan tabuh :
    Tabuh Telu Lelambatan
    Tari Pusparesti

    Sekeha Kerawitam Jagatguru Tangerang Selatan dengan tabuh :
    Tabuh Gasuri
    Tari Saraswati

    Sekeha Gong Megambel Tigaraksa (belum ada nama) dengan tabuh :
    Tabuh Gilak Tigaraksa
    Tari Wirayudha

    Selamat kepada Pemenang Lomba :
    Juara 1 : Sekaha Gong Mertasari Banjar Rempoa
    Juara 2 : Sekeha Gong Gita Wira Nare Swara Banjar Serang
    Juara 3 : Sekeha Kerawitam Jagatguru Tangerang Selatan
    Juara Harapan 1 : Sekeha Gong Gita Merdangga Kertajaya Tangerang
    Juara Harapan 2 : Sekeha Gong Megambel Tigaraksa
    Banten, 22 Oktober 2017








    Sekeha Gong Mertasari Banjar Rempoa Juara I Festival

    $
    0
    0



    Festival Gong Kebyar Antar Banjar se Provinsi Banten Tahun 2017 yang digelar oleh Badan Koordinasi Kesenian Hindu Provinsi Banten di Wantilan Parahyangan Jagatguru Tangerang Selatan berjalan lancar dan sukses. Semua rangkaian kegiatan dapat berjalan sesuai rencana. 

    Dua dewan juri yang khusus didatangkan dari DKI Jakarta, yaitu Bapak Anak Agung Panji dan Bapak Wayan Arnawa telah memutuskan Sekaha Gong Mertasari Banjar Rempoa sebagai yang terbaik, sebagai juara I Festival ini. Pada kesempatan ini pula dewan juri menyarankan agar festival-festival Gong senantiasa digelar baik ibu-ibu, bapak-bapak maupun tingkat remaja.

    Berikut hasil lengkap Pentas seni budaya keagamaan Hindu Festival Gong Kebyar Antar Banjar se Provinsi Banten Tahun 2017 :




    Juara 1 : Sekeha Gong Mertasari Banjar Rempoa mendapatkan piala dan uang pembinaan langsung dari Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Banten, Dr. H.A. Bazari Syam MS, M.Pd.I.

    Juara 2 : Sekeha Gong Gita Wira Nare Swara Banjar Serang,

    Juara 3 : Sekeha Kerawitam Jagatguru Tangerang Selatan

    Juara Harapan 1 : Sekeha Gong Gita Merdangga Kertajaya Tangerang

    Juara Harapan 2 : Sekeha Gong Megambel Tigaraksa. 

    Semua pemenang memperoleh piala dan uang pembinaan.

    PEDOMAN PELAKSANAAN DIKSA DVIJATI

    $
    0
    0

    Panitia Pelaksana Mediksa Jro Mangku Gede Prof. Dr. I Wayan Ardana, M.Pd. M.Fil.H telah melaksanakan persiapan-persiapan. Puncak Upacara Mediksa akan dilaksanakan pada hari Kamis, 23 Nopember 2017. Untuk itu perlu kita mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Diksa Dvijati ini melalui Bhisama yang telah ditetapkan, agar kegiatan kita berada pada rule yang benar.

    Bhisama Sabha Pandita PHDI Pusat No.04/BHISAMA Sabha Pandita Pusat/V/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Diksa Dvijati dikeluarkan pada 7 Mei 2005. Bhisama ditandatangani oleh Dharma Adhyaksa PHDI Pusat Ida Pedanda G.K. Sebali Tianyar Arimbawa dan Wakil Dharma Adhyaksa PHDI Pusat Ida Pandita Mpu Jaya Suta Reka.

    Inti dari Bhisama tentang Pedoman Pelaksanaan Diksa Dwijati tahun 2005 ini adalah, diksa merupakan salah satu kewajiban umat Hindu yang sebaiknya dilaksanakan pada waktu kehidupan di dunia ini sebagai wujud tahapan hidup dan peningkatan kualitas sradha, bhakti dan yasa kerti. Dalam lampiran bhisama ini dijelaskan dengan rinci tentang kedudukan dan fungsi diksa.

    Dalam lampiran bhisama ini pula, bagian peran PHDI, “Dalam proses pelaksanaan diksa dwija, PHDI berkewajiban memberikan dukungan administrasi dalam rangka diksa pariksa dan rekomendasi setelah pelaksanaan diksa pariksa yang dipimpin oleh Guru Nabe atau yang ditunjuk, serta menerbitkan sertifikat setelah ada pernyataan dari Guru Nabe”

    Lampiran :
    Keputusan Pesamuhan Agung
    Parisada Hindu Dharma Indonesia
    Nomor : 07/Kep/P.A.Parisada/VII/2005
    Tanggal 13 Juli 2005

    BHISAMA SABHA PANDITA
    PARISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT
    Nomor : 04/Bhisama/Sabha Pandita Parisada Pusat/V/2005
    Tentang
    PEDOMAN PELAKSANAAN DIKSA DVIJATI

    A.    KEDUDUKAN DAN FUNGSI DIKSA
    Eksistensi diksa dalam ajaran agama Hindu adalah salah satu pengamalan Dharma yang memiliki sifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh seluruh Umat Hindu. Dengan demikian diksa merupakan dasar keyakinan agama Hindu sekaligus hukum moral yang wajib diyakini, dijunjung tinggi, ditaati serta dilaksanakan dalam rangka menegakkan Dharma. Hal ini dinyatakan dalam mantram Atharvaveda XII.1.1 dan Yajurveda XIX. 36, sebagai berikut :

    "Satyam brhad rtam ugram diksa ya topo brahmayajna prithivim dharyanti"
    (Sesungguhnya Satya, rta, diksa, tapa, brahma dan yajna yang menyangga Dunia).

    "Vratena diksam apnoti, diksayapnoti daksinam, daksinam sraddham apnoti sraddhaya satyam apyate "

    (Denganmelaksanakan brata, seseorang mencapai diksa, dengan diksa seseorang memperoleh daksina dan dengan daksina seseorang mencapai sraddha, melalui sraddha seseorang mencapai satya)

    Usaha menyucikan diri melalui diksa sebagai salah satu perwujudan Dharma diamanatkan pula oleh Vrhaspatittatva seloka 25 yang merupakan kewajiban setiap umat Hindu yang dijabarkan melalui tujuh pengamalan Dharma, yaitu: sila, yajna, tapa, dana, pravrjya, diksa dan yoga.
    .
    Melalui keyakinan terhadap kebenaran diksa ini, mengantarkan umat memahaini Veda dan melalui
    diksa pula umat Hindu memiliki kewenangan belajar dan mengajarkan Veda. Dengan demikian diksa memiliki kedudukan sebagai institusi yang bersifat formal. Melalui pelaksanaan diksa seseorang menjadi Brahmana, "janmana jayate sudrah samskarairdvija ucyate " semua orang lahir sebagai sudra melalui diksa/dvijati seseorang menjadi Brahmana).

    Dari penjelasan tersebut maka pelaksanaan diksa memiliki tujuan untuk menyucikan diri secara lahir maupun bhatin sebagai sarana atau jalan untuk mentransfer pengetahunan ketuhanan  (Brahmavidya) melalui media Guru Nabe atau Acarya, sekaligus sebagai pembimbing moral dan spiritual. Dengan melaksanakan diksa umat Hindu disebut Sadhaka atau Pandita yang meliputi berbagai nama abhiseka seperti : Pedanda, Bhagawan, Mpu, Dukuh, Danghyang, Acarya, Rsi, Bhiksuka, Vipra, Sadhu, Brahmana, Brahmacari, Sannyasi, Yogi, Muni dan lain-lain yang memiliki kewenangan melakukan bimbingan Dharmopadesa maupun Lokapalasraya kepada umat.

    Kemudian mengenai makna diksa dvijati adalah merupakan proses transendensi dan sakralisasi menuju pencapaian kesadaran penyatuan dengan Brahman. Selain itu diksa dvijati tidak hanya sebagai inisiasi formal, melainkan menunjukan adanya jalinan hubungan yang bersifat pribadi dan mendalam antara Guru Nabe (Acarya) dengan murid (sisya). Lebih jauh lagi Atharvaveda XI. 5. 3. menguraikan bahwa saat pelaksanaan diksa dvijati seorang Guru Nabe atau Acarya seakan-akan menempatkan murid (sisya) dalam badannya sendiri seperti seorang ibu mengandung bayinya, kemudian setelah melalui vrata murid dilahirkan sebagai orang yang sangat mulia (dvijati). Dengan demikian pelaksanaan diksa dvijati merupakan transisi dan gelap menuju terang, dan  avidya menuju vidya.

    Dalam lembaga diksa dvijati kedudukan Guru Nabe begitu sentralnya, yakni memiliki hak prerogatif terhadap sisya-nya agar tidak terjadi pengingkaran terhadap sasana/dharmaning kawikon . Maka demi menegakkan Dharma berdasarkan ketentuan sastra, seseorang yang akan menjadi Pandita wajib mengangkat Guru Nabe (manavaguru), Guru Vaktra, Guru Saksi, selain Siddha Guru ataupun Divya Guru.

    B.     PELAKSANAAN DIKSA DVIJATI
    Mengingat pemahaman Umat Hindu di Indonesia tentang ajaran agamanya berimplikasi pula terhadap eksistensi lembaga diksa maka Sabha Pandita memandang perlu meninjau ketetapan Sabha Parisada Hindu Dharma Indonesia II Nomor: V/Kep/PHDIJ68 tentang Pandita, serta keputusan seminar kesatuan Tafsir terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu ke-14 tahun 1986/1987 tentang Pedoman Pelaksanaan Diksa yang kurang mengakomodasikan dan memberikan kebebasan terhadap umat untuk memilih system diksa dvijati selain yang telah diputuskan dalam seminar tersebut diatas. Padahal sesuai kenyataan warga-warga tertentu khususnya di Bali telah memiliki mekanisme diksa dvijati yang telah ditetapkan dalam Bhisama leluhurnya. Lebih-lebih dikalangan Sampradaya-sarnpradaya juga memiliki mekanisme yang berbeda-beda. Maka untuk itu Sabha Pandita menetapkan penyempurnaan pedoman pelaksanaan diksa dvijati, sebagai berikut:

    1.      Lembaga diksa dvijati sebagai dasar sraddha dan hukum moral dalam agama Hindu adalah bersifat wajib, maka Sabha Pandita mengakui berbagai system diksa dvijati yang ada, sepanjang konsepnya mengalir dari ajaran Veda.
    2.      Memberikan keleluasaan serta kebebasan kepada umat Hindu yang bermaksud menekuni spiritual menjadi Pandita, untuk memilih sistem diksa dvijati yang akan dilaksanakan sesuai ketentuan aguron-guron yang diikuti sepanjang dilandasi oleh atmanastusti.
    3.      Tugas pencerahan dan bimbingan Dharmopadesa merupakan tanggung jawab semua potensi umat Hindu secara profesional, maka Sabha Pandita mendorong lahirnya para Pandita yang representatif, berwawasan universal dan membimbing umat dalam pencerahan rohani.
    4.      Pelaksanaan diksa dvijati untuk menjadi Pandita merupakan hak pribadi umat Hindu, maka segala persyaratan khusus dan mekanisme pelaksanaan diksa dvijati, atribut serta abhiseka kepanditaan sepenuhnya diserahkan kepada system aguron-guron yang diikuti oleh calon diksita.
    5.      Dalam proses pelaksanan diksa dvijati Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat berkewajiban memberikan dukungan administrasi dalam rangka diksa pariksa dan rekomendasi setelah pelaksanaan diksa pariksa yang dipimpin oleh Guru Nabe atau yang ditunjuk, serta menerbitkan sertifikat setelah ada pernyataan dari Guru Nabe.
    Demikian pedoman ini ditetapkan sebagai tuntunan bagi seluruh umat Hindu, baik secara perorangan maupun kelembagaan.

    Ditetapkan di: Denpasar
    Pada Tanggal: 7 Mei 2005
    .
    PIMPINAN PESAMUHAN SABHA PANDITA
    PERISADA HINDU DHARMA INDONESIA PUSAT

    Ketua Dharma Adhyaksa

    Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa

    Wakil Dharma AdhyaksaSabha Pandita,

    Ida Pandita Mpu Jaya Dangka Suta Reka




    Tattwa Susila Upacara

    $
    0
    0

    Tattwa merupakan salah satu kata dalam bahasa Sanskerta. Secara harfiah kata ini berarti "kebenaran status, kebenaran alam, penting, pikiran dan suatu unsur". Dalam ajaran Hindu kata tattwa dijadikan sebagai ikon utama dalam pemahaman tentang ketuhanan, kemanusaan dan kesemestaan. Oleh karena itu tattwa dimaknai sebagai "sraddha" yang berarti "kepercayaan, keyakinan, rasa hormat, kuat, hasrat".

    Sebagai dasar dari sraddha, maka tattwa Hindu harus mampu memberikan kekuatan dan keyakinan yang mantap kepada umat Hindu agar mereka betul-betul mempercayai agama yang dianutnya atas dasar tutur (kesadaran pengetahuan) bukan atas dasar keyakinan yang membabi buta karena kebodohannya (gugon tuwon). Dengan dasar tutur ini maka mereka menjadi gugon tuhon. atau -kalau boleh meminjam istilah Filsuf Yunani Kuno- disebut sebagai "corgito ergo sum (saya berpikir maka saya ada)". Konsep gugon tuhon ini akan menjauhkan mereka pengetahuan yang semu (maya) dan mendekatkan mereka pada pengetahuan yang sejati (sat).

    Susila. Kata "susila" berasal dari kata Sanskerta "su" yang berarti "baik,mulia" dan "sila" yang artinya "watak, adab". Senada dengan Sharma, Zoetmulder mengartikan kata "sila" sebagai "tingkah laku, moralitas atau kebajikan". Sedangkan menurut Wojowasito kata "sila" dapat diterjemahkan sebagai tingkah laku yang didasarkan pada pertimbangan moral dan telah menjadi kebiasaan, adat serta peradaban yang baik atau mulia.

    Kata susila sering kali dipersamakan dengan kata etika. Secara etimologis, kata "etika' berasal dari kata Yunani "ethos" yang berarti "watak atau adat". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ini juga disamakan dengan akhlak atau moral. Sementara itu kata "moral" berasal dari kata Latin "mos" (jamaknya "mores") yang juga berarti "adat atau cara hidup".

    Dalam agama Hindu memandang susila  sebagai sendi-sendi yang membangun (kerangka dasar) agama itu sendiri. Sebagai yang diamanatkan dalam Lontar Vrhaspati Tattwa yang berbunyi :

    sila ngaraning mangraksacara rahayu .......nahan pratkeyaning dharma ngaranya.

    Artinya :
    Sila artinya melakukan perbuatan baik ...... itulah beberapa macam ciri dari dharma.

    Upacara. Secara etimologis kata "upacara" berasal dari gabungan kata Sanskerta "upa" dan "cara". Kata "upa" berasal dari akar kata "up" yang dapat diartikan sebagai "arah ke-, terhadap, dekat, dengan, di bawah, malang, roboh, hampir, tambahan pula, lebih-lebih". Kata "upa" juga bisa diartikan "kesini, tentang, dekat/mendekat, menurut, terhadap, selanjutnya". Sementara itu kata "cara" berasal dari urat kata "car" yang berarti "pergi, berjalan, memelihara, menghidupkan, tinggal, praktek, menggembalakan, mengetam". Di lain kata "cara" juga dapat diartikan "bergerak, mengembara, menjelajah".

    Jadi upacara dapat diartikan "pergi atau bergerak mendekat baik ke atas (vertikal ke atas), ke bawah (vertikal ke bawah) maupun ke samping kiri dan kanan yang ada disekitarnya (horizontal)" Di samping itu kata "upacara" sendiri dapat diartikan sebagai "pelayanan, kehormatan, ramah, syair pemujaan, hadir, permohonan, permintaan".

    Dengan menyimak pengertian etimologis tersebut, upacara dapat diartikan sebagai aktivitas pelayanan, pemujaan atau penghormatan yang bertujuan untuk mendekatkan manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan lingkungannya beserta atribut-atribut yang ada di dalamnya.

    Sebagai sebiah aktivitas atau gerakan, upacara tentu akan menghasilkan energi dan sinergi yang terjalin sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan yang utuh dan biasanya merupakan suatu integritas antar unsur-unsur baik itu yang nampak maupun yang tidak nampak. Bagi masyarakat Hindu, hal ini dinamakan sebagai sekala-niskala atau wahyadyatmika.Mengingat upacara sebagai sebuah konkretisasi dari sesuatu yang abstrak maka dalam upacara terjalin rangkaian acara yang urut, sistematik dan formalistik. Dalam pada itu upacara ini sering disamakan dengan ritual atau ritus.

    Upacara juga dapat dipandang sebagai realitas emosi keagamaan yang nampak atau konkret dan juga sebagai manifestasi rasa bhakti yang tulus dari para bhakta kepada Sang Pujaan. Oleh karena itu upacara ini merupakan wujud nyata dari aktivitas religius yang kesemuanya didasarkan atas tuntunan atau pedoman tertentu dengan tujuan memantapkan perasaan batin dalam upaya menuju atau mendekatkan diri dengan sumbernya, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa. 

    Sumber Blog : Rare Angon 

    Menjadi Sulinggih Meningkatkan Kesucian Diri

    $
    0
    0

    UPACARA MEDIKSA

    Menjadi Sulinggih merupakan hal yang sangat membahagiakan dan Upacara Mediksa menjadi kewajiban untuk dilaksanakan bagi setiap Umat Hindu yang telah mampu baik secara mental maupun spiritual, sehingga ia akan mampu meningkatkan kesucian dirinya baik lahir maupun bathin. Mediksa bisa disebut juga Madwijati. 

    Kata dwijatiberasal dari bahasa sangsekerta, dwi artinya 2 dan jati berasal dari akar kataja yang artinya lahir. Secara sederhana dapat dikatakan Upacara Mediksa adalah Upacara Lahir yang kedua kali. Lahir pertama dari kandungan ibu dan kelahiran kedua dari kaki Sang Guru Suci yang disebut Nabe, jadi Upacara Mediksa ini bermakna seseorang yang dilahirkan kembali untuk dijadikan pemimpin suci bagi umat Hindu. 


    Upacara Mediksa memiliki tujuan mulia yaitu meningkatkan kesucian diri guna mencapai kesempurnaan sebagai manusia. Tahapan demi tahapan harus dilaksanakan yaitu Upacara   Ngaturang   Pejati   dan berkunjung ke tempat Calon Adi Guru (Nabe), Upacara Mepinton ke Tempat Calon Adi Guru, Upacara Sembah Pamitan, Upacara Nuwur Adi Guru (Nabe) dan Diksa Pariksa. Yang menjadi Upacara inti Upacara Mediksa adalah Upacara Amati Raga.  Mesiram dan Upacara Mediksa dengan 16 rangkaiannya.

    RANGKAIAN UPACARA MEDIKSA

    Merupakan suatu kebahagiaan yang luar biasa, umat Hindu di Provinsi Banten, hari kamis 23 Nopember 2017 akan melaksanakan Upacara Mediksa untuk sang Diksita Jero Mangku Gede Prof. Dr. I Wayan Ardana, M.Pd, M.Fil.H. Upacara Mediksa adalah Upacara Rsi Yadnya yang memiliki tujuan untuk menjadikan seorang Walaka (orang biasa) atau Jero Mangku menjadi seorang Sulinggih (orang Suci).   

    Sabtu, 18 Nopember 2017
    1.      Upacara   Ngaturang   Pejati   dan berkunjung ke tempat Calon Adi Guru (Nabe). Adi Guru (Nabe) adalah Guru Kerohanian yang sangat dimuliakan oleh Oka Didharma (Wiku Sisia). Upacara yang mengawali pada upacara Mediksa ini bermakna bahwa Calon Diksita mempermaklumkan dan mastika bahwa Upacara Mediksa akan dilaksanakan dalam beberapa hari mendatang sesuai dengan hari dan dewasa yang telah ditetapkan.

    2.      Upacara Mepinton ke Tempat Calon Adi Guru. Mepinton artinya melihat. Upacara Mepinton ini merupakan akhir bagi Calon Diksita untuk boleh menatap wajah Calon Adi Guru (Nabe) karena setelah Mediksa Oka Didharma (Wiku Sisia) sama sekali tidak boleh lagi melihat wajah Nabe nya. Makna dari Oka Didharma (Wiku Sisia) tidak boleh melihat wajah Nabe nya  karena  seorang  Wiku  Sisia  tidak boleh menentang ajaran Adi Guru (Nabe) “Tan yogia tulak ring Dang Guru “. Ini merupakan bentuk desiplin bathin dari seorang Oka Didharma (Wiku Sisia) yang harus dilakukannya dan harus mengikuti petunjuk Adi Guru.

    Minggu, 19 Nopember 217
    1.      Diksa Pariksa. Diksa Pariksa merupakan rangkaian kegiatan Upacara Mediksa. Kegiatan ini wajib dilaksanakan sebelum upacara Mediksa sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Diksa Dwijati yang merupakan Bhisama Sabha Pandita PHDI Pusat. Disebutkan dalam Bhisama bahwa “ Dalam proses pelaksanan diksa dvijati Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat berkewajiban memberikan dukungan administrasi dalam rangka diksa pariksa dan rekomendasi setelah pelaksanaan diksa pariksa yang dipimpin oleh Guru Nabe atau yang ditunjuk, serta menerbitkan sertifikat setelah ada pernyataan dari Guru Nabe.”

    2.      Upacara Sembah Pamitan. Makna sembah pamitan ini adalah pertama untuk membayar hutang sembah kepada kerabatnya dan yang kedua bertujuan memohon restu untuk keselamatan setelah menjadi Sulinggih nanti.

    Rabu, 22 Nopember 2017
    1.      Upacara Nuwur Adi Guru (Nabe). Nuwur Adi Guru (Nabe) ini merupakan upacara awal dari Upacara Diksita. Maknanya sebagai suatu keharusan terhadap Adi Guru (Nabe) yang akan melaksanakan Diksita bagi calon Diksita.

    Kamis, 23 Nopember 2017
    1.      Pukul : 04.00 WIB – 15.00 WIB
    Upacara Amati Raga. Amati Raga merupakan hal yang penting dalam proses upacara Diksita. Amati Raga bermakna mematikan nafsu keduniawian atau Sadripu pada diri Calon Diksita dengan cara Anyekung Sarira. Di dalam Anyekung Sarira Calon Diksita berlaku sebagai orang mati yang  kemudian secara simbolis akan lahir untuk kedua kalinya dari kaki Adi Guru (Nabe) yang disebut Dwi Jati.

    2.      Pukul : 15.00 WIB – 16.00 WIB
    Mesiram. Dalam upacara Mesiram ini Calon Diksita dimandikan oleh Wiku Saksi. Dalam Mesiram ini Calon Diksita masih tetap bersikap Amati Raga dengan posisi Amusti Agrana-sika. Makna dari pada  Mesiram ini adalah untuk melebur kekotoran yang disebut Dasa Mala yang melekat pada diri Calon Diksita. Dengan telah dileburnya Dasa Mala maka Calon Diksita usai Diniksan akan menjadi suci tanpa leteh melalui proses Dwijati.

    3.      Pukul : 16.00 WIB- 18.00 WIB
    UPACARA MEDIKSA
    1.        Padanda Nabe (Adi Guru) mulai Mapuja
    2.        Calon Diksita dihadapan Sanggar Agung (Sanggar Surya) Mabiakala dan kemudian Muspa dipimpin oleh Adi Guru (Nabe).
    3.        Calon Diksita datang menghadap Adi Guru (Nabe) Muspa Nikel kemudian Matepung Tawar, Masegawu dan Melukat.
    4.        Calon Diksita membersihkan kaki kiri Adi Guru (Nabe) dengan air dan digosok dengan minyak dan air kumkuman.
    5.        Adi Guru (Nabe) memberi kekuatan  gaib  kepada Oka Didharma (Wiku Sisia) dengan cara Anilat (menjilat) empuning jari kaki kiri Nabe.
    6.        Adi Guru (Nabe) Anapak Oka Didharma (Wiku Sisia) dengan cara Anuhun Pada yaitu kaki kiri Adi Guru diinjakkan diatas ubun-ubun Wiku Sisia.
    7.        Pemberian Panca Korsika dengan cara pada ubun-ubun Wiku Sisia Kuncup Bunga Tunjung dipotong oleh Adi Guru dengan gunting sebanyak lima kali.
    8.        Selanjutnya disambut dengan Kusa Pengaras yaitu Pras Tala berupa Tiga pohon alang-alang (iderhakena ring sarira tiga kali) ditimpakan pada Bahu tiga kali dan pada punggung (gigir) tiga kali.
    9.        Diberi Pungu-pungu iderhakena ring ubun-ubun Wiku Sisia sebanyak tiga kali.
    10.    Dengan mengambil masing-masing Seet Mingmang dan Kalpika sesuai warnanya dan cincin bermata Mirah Adi Guru memotong rambut Wiku Sisia sebanyak lima kali yaitu Kalpika Putih depan, Kalpika Merah kanan, Kalpika Hitam kiri, Kalpika Kuning belakang dan Kalpika Berwarna tengah.
    11.    Pangphadiyadi yaitu Adi Guru (Nabe) memberikan Tirta Pawitra dari Siwambha kepada Wiku Sisia juga Bhasma dan Sesarik.
    12.    Wiku Sisia menjungjung Sekah Suhun diatas ubun-ubun dan turun naik sebanyak tiga kali.
    13.    Wiku Sisia diberi Penjaya-jaya oleh Adi Guru (Nabe) dengan Prana Bayu Murti Bhuwana.
    14.    Wiku Sisia atau Oka Didharma ngelungsur Wasuh Pada dari Sanghyang Widhi kemudian Natab Banten Tataban dan diberi Tetebus.
    15.    Selesai Diksita Oka Didharma (Wiku Sisia) kembali sembah Manikel kepada Adi Guru (Nabe) untuk Pamitan dan menerima Abhiseka (nama)dari Nabe.
    16.    Nabe Guru mapaica  pecatu dan teteken.

    Diksa Pariksa Perdana Di Provinsi Banten

    $
    0
    0

    Wantilan Pura Mertasari kembali penuh sesak oleh umat Hindu se Provinsi Banten ditambah undangan dari ketua-ketua lembaga Hindu se Jabodetabek, karena pada hari ini, Minggu 19 Nopember 2017 menjadi hari penting bagi kita semua, karena untuk pertama kalinya umat Hindu di provinsi Banten melaksanakan Diksa Pariksa.

    Diksa Pariksa merupakan rangkaian kegiatan Upacara Mediksa. Kegiatan ini wajib dilaksanakan sebelum upacara Mediksa sesuai dengan Pedoman Pelaksanaan Diksa Dwijati yang merupakan Bhisama Sabha Pandita PHDI Pusat. Disebutkan dalam Bhisama bahwa “ Dalam proses pelaksanan diksa dvijati Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat berkewajiban memberikan dukungan administrasi dalam rangka diksa pariksa dan rekomendasi setelah pelaksanaan diksa pariksa yang dipimpin oleh Guru Nabe atau yang ditunjuk, serta menerbitkan sertifikat setelah ada pernyataan dari Guru Nabe.”

    Susunan Acara Diksa Pariksa, Minggu  19 November 2017 di mulai pukul 09.00 WIB sampai Selesai :

    1. Pembukaan oleh MC
    2. Menyanyikan Indonesia Raya
    3. Doa disampaikan oleh Pinandita /Jro Mangku
    4. Kata Sambutan Ketua Banjar Mertasari
    5. Laporan Ketua Panitia
    6. Sambutan Ketua PHDI Banten, langsung dilanjutkan dengan memimpin TIM Diksa Pariksa untuk melaksanakan  Diksa Pariksa.
    7. Sambutan Ketua Paruman Pandita/Dharma Upapathi PHDI Banten, Ida Pedanda Nabe Gede Putra Sideman, sekaligus Tanya Jawab
    8. Doa  Penutup dan Tri Sandya
    9. Bersalaman ucapan selamat dan foto bersama.
    10. Istirahat/Mesimakrama/ Makan siang.
    11. Selesai.











    Viewing all 137 articles
    Browse latest View live